Tuesday, November 26, 2019

Belajar Baca Secepat Kilat

Pernah liat koleksi buku punya teman (atau anda sendiri) yang menumpuk banyak? Pertanyaan kita selalu sama: Emang buku sebanyak itu semua dibaca?

Mungkin anda (dan saya) tertawa teringat tumpukan buku yang sejak beli (entah kapan sudah lupa) sampai sekarang belum dibaca, bahkan belum dilepas plastiknya. Lebih konyol lagi kita beli buku baru yang bagus, dan ternyata kita pernah membelinya dan belum pernah dibaca sejak dibeli. Mari kita tertawa bersama untuk kekonyolan kita wkwkwkwk

Tapi ternyata banyak sekali orang yang memiliki tumpukan buku dan sudah membacanya semua. Mereka bisa membaca secara cepat, entah itu metode speed reading, quantum reading , bahkan yang "serem" adalah scan reading, dimana halaman buku tersebut cukup dilihat begitu saja.

Para normies saja sudah merasa bahwa itu tidak mungkin, kalau pun mungkin itu hanya dimiliki oleh orang-orang berbakat khusus, bahkan anugrah khusus. Apalagi saya yang berada di sisi sebaliknya? Seorang dyslexia yang mengalami learning disorder, baca "wajah" saja bisa keliru menjadi "wajan" atau tulisan yang tiba-tiba terlihat gerak-gerak sendiri bahkan beterbangan.

Kabar baiknya, alasan "dyslexia" atau "tidak cukup cerdas" atau "bukan genius" itu hanyalah mental gap. Bagaimana pun juga, otak itu adalah otot, tepatnya otot neuron. Dan sifat otot adalah semakin dilatih semakin kuat. Hanya saja latihan yang asal latihan dengan latihan dengan metode, apalagi didampingi mentor, tentu hasilnya akan berbeda. Metode yang tepat dan mentor yang baik akan menjadi katalis pada perubahan anda.

Itulah sebabnya, dulu saya mempelajari metode quantum reading dari buku. Lumayanlah kecepatan saya sudah cukup meningkat, namun saya perlu mentor untuk melejitkan lagi kecepatan itu.Agar saya bisa melahap semua buku koleksi saya. Seru kan kalau bisa baca buku 1 detik perhalaman?



Metode itu adalah "Bacakilat" (tanpa spasi) yang dikembangkan oleh pak Agus Setiawan, yang saat ini sudah update sampai seri 3.0. Sebenarnya bukan baru sekali ini pak Agus dengan seminar Bacakilat nya di Balikpapan. Namun setiap kali ada, saya selalu berhalangan untuk ikut.

Akhirnya tanggal 24 hari minggu lalu saya bisa mengikuti seminarnya. banyak hal yang menarik dalam seminat tersebut. Diantaranya kita disadarkan bahwa sebenarnya kita bukan "tidak punya waktu untuk membaca" tetapi memang tidak meluangkan waktu untuk membaca. Bukan pula buku yang kita beli "terlalu berat" isinya, tetapi memang isinya bukan yang kita perlukan.

Belum lagi hambatan atas pendapat yang salah tentang membaca buku. Seperti membaca buku berarti harus memahami seluruh isinya. Padahal seharusnya kita hanya perlu memahami yang kita perlukan saja. Tidak harus semua yang disajikan oleh penulis. Jadi kita cukup memahami 100% dari tujuan kita membaca, bukan 100% yang disampaikan penulis. Selain itu sebagian besar buku sebenarnya hanya memiliki bagian kecil berupa inti, yang sebagian besar adalah ulasan atau hal-hal lain yang bisa kita baikan. Hanya buku novel yang harus dibaca dari awal sampai akhir, itu pun masih ada yg suka curang membaca bab akhir terlebih dahulu.

Selai itu agar lebih cepat membacaya, kita juga harus sudah mengetahui gambaran tentang isi buku tersebut. Caranya dengan membaca cover muka dan belakang buku tersebut, membaca pengantarnya, dan membaca daftar isi buku tersebut. Jadi saat membaca kita sudah paham buku ini maksudnya ke mana. Selain itu metode ini juga kita lakukan di toko buku sebelum kita memutuskan untuk membeli agar kita tidak membeli buku yang sebenarnya tidak kita inginkan.

Selama ini sebagian besar orang membaca hanya dengan menggunakan alam sadarnya. Ternyata untuk membaca lebih cepat (dan tahan lama) kita juga harus menggunakan alam bawah sadar kita. Hmmm jadi ini yang menjelaskan kenapa kita bisa membaca dengan cepat dan bertahan sampai selesai ketika kita berhadapan dengan novel yang menarik hati. Ya karena kita tidak hanya membaca dengan alam sadar, tetapi juga alam bawah sadar.

Selain itu kita juga diajarkan mengksesalam bawah sadar itu, mencapai "kondisi jenius" agar kita bisa menggunakan otak kita lebih optimal. Meningkatkan IQ kita sampai 10 poin. Ketika sampai bagian ini, saya teringat pada istilah "flow season" entah dari buku Quantum Reading atau "Kecerdasan emosi" Para atlit dunia sering menceritakan bahwa ketika mereka memecah rekor, semua seperti mengalir begitu saja dan mereka merasakannya seperti "slow motion" Para jenius atau seniman pun mengatakan hal yang sama. Dan lagi-lagi kemampuan ini tidak bisa dipelajari dengan cepat, perlu latihan dan konsisten.

Pak Agus Setiawan juga menjelaskan bagaimana pikiran kita sering terganggu saat membaca. Tiba-tiba ingat ini itu, atau hal-hal lain. Maka kita juga harus melatih focus kita agar tidak terganggu. Maka kita pun diberi tips dan latihan konsntrasi dengan membayangkan meletakkan apel diatas kepala kita dan menjaganya supaya tidak mudah jatuh.

Kita juga harus memprioritaskan kegiatan membaca kita, sehingga waktu kita justru tidak tersita untuk hal-hal lain seperti main game atau sosial media. Beliau mengingatkan kami tentang batu besar, batu sedang, dan batu kecil. Untuk bisa memasukkan semua itu ke dalam ember, kita harus memasukkan atu besar terlebih dahulu, dan batu besar itu adalah: Ibadah, Keluarga, Belajar, Olah raga / menjaga kesehatan.

Tentu perlu latihan tersendiri yang dibimbing oleh mentor agar kita bisa mempraktekkan dengan baik metode bacakilat ini.Dan untuk itu kita perlu menginvestasikan waktu dan biaya tersendiri. Awalnya saya ragu untuk ikut, apa bisa seorang dyslexia seperti saya mengikuti pelatihan ini. Jadi ku putuskan untuk bertanya terlebih dahulu secara personal. Kata pak Agus, metode ini bisa membantu para dyslexia, jadi saya putuskan untuk bergabung di workshop nya.



Was-was saya tentang dyslexia saya berubah ketika pak Agus kembali memberikan materi tentang "dyslexia gift" Ternyata kegiatan membaca ala dyslexia juga bisa dimanfaatkan untuk membaca dengan lebih cepat. Saya tidak tau apa metode yang diadopsi oleh pak Agus ini dibuat oleh orang yang dyslexia sungguhan atau tidak.

Jadi gini, kaum dyslexia seperti kami ini sering membaca dgn cara seperti "menebak" Saya ingat dulu salah satu saya berkata kepada ibu saya,"Anak ibu ini tidak membaca tulisan, tetapi menebak tulisan"

Tidaklah heran jika kaum dyslexia seperti kami bisa membaca tulisan orang yang sangat berantakan yang orang lain sulit untuk membaca. Karena kami "menebaknya" Kadang saya berfikir, penemu metode "tulisan resep dokter" itu juga orang dyslexia wkwkwkwk.


Bailklah pak Agus telah membuka kembali cakrawala pengetahuan dan pemahaman ku. Saya sudah tidak sabar lagi ingin bertemu di sesi workshop nya tanggal 8 Desember ini.

No comments:

Post a Comment

Jalan-jalan Naik Bus City Tour Balikpapan

Hari Sabtu pagi, 22 Februari 2020 menjadi hari yang istimewa buat Blogger Balikpapan. Soalnya hari ini kita diberi kesempatan untuk ...