Monday, May 21, 2018

Orang-orang Balikpapan dan Jatilan

     Mungkin judul posting ini mengingatkan anda pada buku "Orang-orang Balikpapan dan Salome" Tapi beneran saya tidak bermaksud mencontek. Baca bukunya aja belum 😀 dan saya tidak akan membahas salome, snack jalanan yang di Jawa lebih dikenal dengan nama cilok.

     Balikpapan adalah kota dengan beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Bercampur memberikan warna dan rasa seperti sop buah dan es campur. Setiap suku membawa seni dan budaya kampung halamannya ke Balikpapan. Banyak pula yang membentuk kelompok-kelompok kesenian, seperti Banjar, Dayak, Paser, Buton, Bugis, Toraja, Bali, Sunda, dan sudah pasti Jawa dengan berbagai sub suku nya.

     Jatilan atau di Balikpapan biasa juga disebut Barongan adalah salah satu kesenian dari Jawa. Boleh jadi adalah kelompok kesenian dengan jumlah anggota dan penggemar yang terbesar dibanding kelompok kesenian lainnya.  Ada puluhan kelompok jathilan  di Balikpapan dengan jumlah anggota ratusan orang.


Saya ketika mengawal anggota cilik kelompok Jathilan Krido Yekso Taruno  pada saat persiapan karnaval budaya 2018, photo by Bli Igedhe Yudiarsa

     Pada karnaval budaya ulang tahun Kota Balikpapan bulan Februari lalu, kesenian jathilan adalah peserta karnaval dengan jumlah personal terbanyak. Bahkan kelompok jathilan dari Paser pun ikut serta berparade. Alasannya Penajam Pasir Utara dulu adalah bagian dari Balikpapan dengan nama Kecamatan Balikpapan Seberang, jadi mereka ingin ikut berpartisipasi.


     Arak-arakan karnaval begitu panjang dan tetap semangat. Mereka menari, menyanyi, dan menampilkan aktrasi. Seolah tak peduli pada  cuaca yang sangat cerah dengan sinar matahari yang terik.

     Penonton pun tetap  antusias. Saya dan teman-teman komunitas fotografer pun tak kalah antusiasnya mengabadikan acara itu. Saya sampai menghabiskan 2 batre kamera, 2 memory 16G, dan 2 gelas es degan.

Penari Senior Langeng Kudho Wirono menarikan tarian "Sakera"
     Ada banyak genre Jathilan yang ada di Balikpapan. Sebagian besar dari Jawatimuran, seperti Reog Ponorogo, dan Banyuwangi (Jaranan Butho). Ada juga yang  bergaya"Mataraman" meski sudah tidak kental.

Pemain Jathilan Agung Budoyo



    Hampir setiap minggu selalu saja ada yang tampil. Umumnya mereka "ditanggap" atau disewa oleh orang jawa yang sedang "duwe gawe" atau punya hajad, seperti khitanan, pernikaham, atau ulang tahun anaknya.

     Kadang satu pemain bisa bermain di beberapa kelompok kesenian. Demikian juga dengan panjak atau penabuh gamelannya. "seduluran sak lawase" (Persaudaraan selamanya) adalah moto para seniman jawa ini.

     Kesenian ini memiliki para pecinta setia yang selalu mendatangi pagelaran mereka. Biasanya informasi kapan dan di mana "jatilan / barongan maen" menyebar dari mulut ke mulut. Termasuk penjual salome yang mengabarkan ke pembelinya kalau ada kelompok jathilan akan tampil. Tak heran apa bila setiap pertunjukan akan ramai dipenuhi penonton.

Kasri, salah satu penari wanita dari "Krido Yakso Taruno"

     Di era sosial media ini, keberadaan mereka tersupport oleh sosmed. Melalui sosmed para anggota dan penggemar akan saling berbagi informasi kapan dan dimana ada jathilan main. Setidaknya ada 3 group penggemar jathilan di Balikpapan yang saya ketahui di Facebook. Barongan Balikpapan, Penggemar Barongan Balikpapan, dan Penggemar Barongan Balikpapan New.

     Sepertinya ada trend "anak gaul" Balikpapan main jathilan sebagai kebanggaan. Ada juga istilah "anak jadi-jadi" untuk para penonton jathilan yang suka "jadi" atau kesurupan saat acara.  Pada saat tanggapan biasanya ada banyak penonton yang umumnya remaja ikut kesurupan.


     Apakah mereka semua orang jawa dan keturunannya? Bukan, tidak semuanya orang jawa. Banyak suku-suku lain di Balikpapan yang menjadi pemain dan penggemar setia kesenian jathilan, seperti suku Bugis, Buton, Banjar, maupun suku lain, termasuk yang berdarah campuran.

Para Penari Yakso (Raksaksa) dari Krido Yakso Taruno, Jaranan Banyuwangi. Tidak semuanya orang Banyuwangi (jatim), pemimpin kelompok kesenian ini pun orang Magelang (Jateng) anggotanya pun tidak harus orang Jawa.


     Awalnya aku heran ketika bertemu dengan pemain jathilan tidak paham ketika ku ajak ngomong Jawa. "Pemain jathilan kok tidak bisa bahasa Jawa?" Rupanya mereka memang bukan orang jawa. Mereka  mencintai kebudayaan Indonesia yang kebetulan dari suku jawa.


     "Kalau bukan kita siapa lagi Mas? nanti kalau di klaim negara lain marah," begitu alasan mereka. Dan mereka melakukan itu bukan demi uang. Bahkan mereka paham bahwa tidak bisa menyandarkan hidup pada kesenian.

Inilah "Bhineka Tunggal Ika" sejati. Cinta NKRI itu pasti.

- Tetap Semangat - Tetap Luar Biasa -

7 comments:

  1. nah gitu dunk...dishare kegiatannya yg seru...

    ReplyDelete
  2. Masooooook mas Laras artikelnya keren tentang jaranan semoga makin sukses blognya dan banyak cerita yang mengispirasi
    Salam budaya " Sak duluran sak lawase "

    ReplyDelete
  3. aduh masa' belum baca buku salome. Ada saya lho (promosi)
    Yang ini bagus lho gaya penulisannya, plus foto2nya yang ciamik, 100% mendukung banget dan bakalan jadi khasnya Mas Laras

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih
      Itu karena blog bisa menyatukan hobby fotografi dan menulis

      Delete
  4. Kerennn tapi panjang sekali kemana read morenya

    ReplyDelete

Jalan-jalan Naik Bus City Tour Balikpapan

Hari Sabtu pagi, 22 Februari 2020 menjadi hari yang istimewa buat Blogger Balikpapan. Soalnya hari ini kita diberi kesempatan untuk ...