Sunday, January 4, 2015

Makam Keramat Pulau Tukung


Semua orang yang pernah tinggal di kota Balikpapan pasti mengenal Pantai Melawai. Pantai yang indah berpasir putih di sepanjang jalan tepian kota Balikpapan. Di ujung pantai ini lah terdapat  pulau karang kecil bernama Pulau Tukung.

Pulau Tukung sangat unik, bukan hanya letaknya yang hanya beberapa meter dari pelabuhan utama Balikpapan bernama Semayang. Tetapi karena di atas pulau karang ini terdapat sebuah makam. Makam siapa kah itu?

Ketika saya mencari tahu tentang makam ini, semua merujuk pada sebuah bangunan berwarna hijau diseberang jalan pelabuhan, tepat dilereng bukit terjal. Di atas pintu masuk bangunan tersebut terdapat tulisan: “Makam Keramat Pulau Tukung”

Saat  saya memasuki rumah tersebut sangat sepi, tidak ada peziarah. Di dalam ruangan bangunan terdapat makam yang ditutupi dengan kain kuning. Makam tersebut berukuran kecil, hanya sekitar 1 x 0,5 m. Makam siapakah ini?  Tidak ada  petunjuk apa pun di ruangan ini tentang makam tersebut.  Di dinding ruangan hanya ada foto dan gambar para sahabat nabi dan alim ulama penyebar siar Islam, serta kitab-kitab keagamaan. Tak ada yang menyinggung perihal makam tersebut.


Ketika akhirnya saya bertemu dengan Seorang ibu yang menjadi penjaga makam tersebut, saya segera menyampaikan maksud kedatangan saya untuk mengetahui riwayat makam tersebut. Diluar dugaan ibu tersebut tampak terkejut dan mengelak dengan beralasan hendak pergi ke pasar Pandan sari (nama pasar induk di Balikpapan). Bahkan ketika diminta untuk memberitahu nama pemilik makam tersebut, beliau tidak bersedia dan sekali lagi minta maaf dan meninggalkan saya.

Saya memutuskan untuk menunggu peziarah yang baru datang selesai berdo’a selesai dan bertanya padanya. Namun lagi-lagi saya mengalami hal yang sama, peziarah tersebut mengaku tidak tidak tahu menahu soal makam itu. Kalau tidak tahu kenapa berdo’a di makam ini? Peziarah tersebut beralasan hanya membacakan yassin untuknya.


Hal ini membuat saya merasa penasaran. Saya mencoba mencari tahu riwayat makam tersebut dari teman-teman yang asli Balikpapan. Ternyata semua menjawab senada, tidak tahu menahu soal sejarah makam tersebut. Kalau legenda pulau tukung nya banyak, ujar mereka.
Lalu saya mendapat info, bahwa penjaga makam tersebut memang cenderung hati-hati menyampaikan riwayat makam tersebut. Ternyata beliau pernah diwawancarai oleh wartawan, namun isi artikel yang ditulis tidak sesuai dengan keterangannya. Kemudian saya disarankan untuk menemui seseorang bernama pak Nanang. Ternyata beliau masih memiliki hubungan saudara dengan penjaga makam tersebut.

Menurut pak Nanang, sikap hati-hati penjaga makam tersebut memang terkait kekhawatiran akan disalah gunakannya hasil wawancara. Bahkan ada keberatan jika ada fotografer yang memotret, alasannya:”makam kok di potret, ga baik itu!”

Dari pertemuan ini, saya disarankan untuk bertemu dengan Habib Agus Al Idrus yang memegang silsilah dari para Habib dan Syarifah. Menurut beliau, dari catatan dari beberapa orang tua yang mengetahui, makam di pulau tukung itu namanya “Syarifah Maryam binti Ahmad Al Khairit” beliau berasal dari bulungan,  Berau. Beliau menikah dengan Habib Ali Al Hapsi, namun tidak memiliki keturunan karena  sekitar 4  bulan setelah menikah beliau meninggal pada tahun 1943.  Konon menurut cerita beliau seorang penghafal Al Quran. Orang-orang Balikpapan dulu khususnya orang banjar suka berziarah disitu dan dianggap keramat karena terbukti do’a-do’a orang yang bertawazuk disitu terkabul.

Tercatat beberapa nama penjaga makam,  sebenarnya bukan keturunan dari beliau, yaitu: Almarhum Habib Gasim, Almarhum Haji Ungkuk, dan Almarhum Haji Abdullah.  Saat ini yang menjadi penjaga makam adalah Hajjah Mastiah istri dari Almarhum Haji Abdullah. Lalu apa hubungannya kedua makam tersebut?

Menurut Habib Agus, makam yang ada di dalam rumah bercat hijau adalah yang asli. Makam yang ada di pulau karang sebenarnya kosong, tidak ada makamnya. Awalnya dibuat-buat  oleh orang yang bernama Pak Dirman, orang  jawa yang suka semedi / tirakat. Dia membuat tempat di pulau tersebut untuk meditasi, di hari ke 40 melihat ular besar dengan kepala mengangga hingga dia lari ketakutan. Karena penasaran, dia kembali ke tempat tersebut dan menandainya seperti kuburan. “Pak Dirman itu orangnya antik,” kata Habib Agus, orang  yang  tidak  tahu mengira itu kuburan betulan dan bahkan dibangun seperti sekarang. Menurut Habib Agus beliau tahu karena mengalami sendiri dan kenal dekat dengan pak Dirman.

Menurut cerita yang disampaikan dari penjaga-penjaga sebelumnya, Belanda pernah ingin menghancurkan makam tersebut namun upayanya selalu gagal. Pernah seorang prajurit Belanda akan menggeranat makam tersebut, namun tiba-tiba prajurit tersebut meninggal. Oleh sebab itu makam tersebut dibiarkan ditempatnya hingga sekarang.

Konon pelabuhan semayang  yang  berseberang jalan dengan keramat makam pulau tukung  adalah titik awal dari pemukiman saat itu. Para pedagang dari Banjarmasin, Samarinda, dan kota-kota lain bersandar untuk berdagang dan mengisi logistik kapal mereka, termasuk air. Hingga saat ini mata air tempat para awak kapal mengisi persediaan air mereka masih ada, tak jauh dari makam. Penduduk masih menggunakan air dari sumber tersebut untuk berbagai keperluan, meskipun terdapat pengumuman dari pihak Pertamina bahwa air tersebut dinyatakan tidak sehat.

Lokasi: Depan pelabuhan Semayang Balikpapan
Pengelola: Pemkot Balikpapan
Waktu Kunjung: 24 jam
Tarif masuk:  -  (terdapat kotak infaq)

Juru kunci: Hajjah Mastiah

No comments:

Post a Comment

Jalan-jalan Naik Bus City Tour Balikpapan

Hari Sabtu pagi, 22 Februari 2020 menjadi hari yang istimewa buat Blogger Balikpapan. Soalnya hari ini kita diberi kesempatan untuk ...