Tuesday, February 21, 2017

Pohon Untuk Bersedih

Seperti yang sudah aku ceritakan di postingan sebelumnya, aku adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara. Kami semua memiliki nama yang sama Laras, beda di last name saja. Untuk kakak ku yang pertama dan ke dua ada tambahan Luh di depan nama mereka sebagai anak perempuan. Mirip nama Bali ya? Kebetulan wajah mereka kata orang mirip orang bali. Tapi kami dari keluarga jawa tulen.

Selain nama, boleh dibilang kami tidak memiliki kemiripan sama sekali. Baik Fisik maupaun Sifat kami kecuali yah mungkin sifat keras kepala kami. Terutama waktu kami belum dewasa, masih anak-anak hingga remaja.

Dari ke 4 bersaudara itu, akulah yang paling berbeda. Mungkin karena aku paling kecil dengan selisih usia paling jauh. Tapi itu cukup untuk membully aku sebagai balasan saat mereka terganggu oleh ulah usilku. Paling sering aku dibully dengan dibilang "anak gagal KB" sampai "anak pungut"

Bully sebagai "anak pungut" itulah yang membuat aku sedih. Biasanya kalo udah gitu aku suka pergi. Dan salah satu tempat pelarianku adalah pohon kelengkeng besar di samping rumah. Pohonnya besar hingga aku bisa duduk di cabangnya dengan nyaman dan aman. Aku ga berani memanjat sampai tinggi. Cukup sampai di cabang yang bisa kududuki tanpa takut jatuh.

Pohon itu tumbuh diatas lerang sebuah lembah. Jadi meski aku hanya memanjat setinggi 3 meter, aku bisa melihat di kejauhan. Hamparan hijau daun selalu menenangkan hatiku. Agak jauh di sana ada pohon beringin raksasa menjulang diatas pohon-pohon lain. Bentuknya seram tidak seperti pohon beringin di perisai garuda. kata orang-orang tua, phon itu adalah itu sarang hantu dan dedemit. Tempat gendruwo dan kuntilanak berkeluarga, wewe gombel juga bersama mereka dan hantu-hantu lainnya, dan semua suka menculik anak kecil. Maka aku pun mengalihkan pandanganku ke sudut lain.

Jika langit sedang tidak berselimut awan, gunung Sumbing akan tampak berdiri anggun dikejauhan sana. Jika angin bertiup aku merasa bahagia sekali melihat dedaunan bergerak-gerak seperti gelombang air, suara gemerisik daun dan semilir anginnya membuat perasaanku lebih sejuk. Dan aku bisa duduk disitu lama sekali.

Di atas dahan itu, aku menghibur diri dengan berhayal didatangi keluarga penyihir, kadang juga peri. Mereka datang mengaku sebagai keluarga ku yang asli. Aku dititipkan ke keluarga ku yang sekarang karena keluarga ku yang asli sedang berperang dengan kaum mereka yang jahat. Peperangan sudah selesai, yang baik selalu mengalahkan yang jahat. Dan mereka datang untuk menjemputku kembali.

Kalau sudah berhayal begitu aku bisa semakin lama bertahan diatas pohon, sampai aku pernah tertidur. Dan aku baru turun setelah nenek atau ibu ku memanggil-manggil aku suruh turun. Kalau bapak ku sih ga perlu menyuruh, cukup memanggil aku saja aku langsung buru-buru turun. :D

Sebenarnya aku pingin banget punya rumah pohon seperti di cerita-cerita yang ku baca di majalah bobo. Tapi kami tidak memiliki sendiri pohon yang besar. Pohon yang kuceritakan tadi ada di pekarangan orang lain. Nenek ku pun tidak setuju kami dibuatkan rumah pohon. Nanti jatuh ....

Besar atau kecil, dijadikan rumah phon atau tidak, pohon akan selalu memberi manfaat bagi kita. Tanamlah pohon, jika tidak memiliki pekarangan atau kebun, setidaknya tanamlah pohon di pot. Niscaya anda akan merasakan manfaatnya.

Foto hanyalah ilustrasi yang ku ambil di hutan lindung sungai wain. Tetap semangat dan selalu LUAR BIASA

No comments:

Post a Comment

Jalan-jalan Naik Bus City Tour Balikpapan

Hari Sabtu pagi, 22 Februari 2020 menjadi hari yang istimewa buat Blogger Balikpapan. Soalnya hari ini kita diberi kesempatan untuk ...