Semua orang yang pernah tinggal di kota Balikpapan pasti mengenal
Pantai Melawai. Pantai yang indah berpasir putih di sepanjang jalan tepian kota
Balikpapan. Di ujung pantai ini lah terdapat
pulau karang kecil bernama Pulau Tukung.
Pulau Tukung
sangat unik, bukan hanya letaknya yang hanya beberapa meter dari pelabuhan
utama Balikpapan bernama Semayang. Tetapi karena di atas pulau karang ini
terdapat sebuah makam. Makam siapa kah itu?
Saat saya memasuki rumah tersebut sangat sepi,
tidak ada peziarah. Di dalam ruangan bangunan terdapat makam yang ditutupi
dengan kain kuning. Makam tersebut berukuran kecil, hanya sekitar 1 x 0,5 m.
Makam siapakah ini? Tidak ada petunjuk apa pun di ruangan ini tentang makam
tersebut. Di dinding ruangan hanya ada
foto dan gambar para sahabat nabi dan alim ulama penyebar siar Islam, serta
kitab-kitab keagamaan. Tak ada yang menyinggung perihal makam tersebut.
Saya
memutuskan untuk menunggu peziarah yang baru datang selesai berdo’a selesai dan
bertanya padanya. Namun lagi-lagi saya mengalami hal yang sama, peziarah tersebut
mengaku tidak tidak tahu menahu soal makam itu. Kalau tidak tahu kenapa berdo’a
di makam ini? Peziarah tersebut beralasan hanya membacakan yassin untuknya.
Lalu saya
mendapat info, bahwa penjaga makam tersebut memang cenderung hati-hati
menyampaikan riwayat makam tersebut. Ternyata beliau pernah diwawancarai oleh
wartawan, namun isi artikel yang ditulis tidak sesuai dengan keterangannya.
Kemudian saya disarankan untuk menemui seseorang bernama pak Nanang. Ternyata
beliau masih memiliki hubungan saudara dengan penjaga makam tersebut.
Menurut pak
Nanang, sikap hati-hati penjaga makam tersebut memang terkait kekhawatiran akan
disalah gunakannya hasil wawancara. Bahkan ada keberatan jika ada fotografer
yang memotret, alasannya:”makam kok di
potret, ga baik itu!”
Dari pertemuan ini, saya disarankan
untuk bertemu dengan Habib Agus Al Idrus yang memegang silsilah dari para Habib
dan Syarifah. Menurut beliau, dari catatan dari beberapa orang tua yang
mengetahui, makam di pulau tukung itu namanya “Syarifah Maryam binti
Ahmad Al Khairit”
beliau berasal dari bulungan, Berau. Beliau
menikah dengan Habib Ali Al Hapsi, namun tidak memiliki keturunan karena sekitar 4 bulan setelah menikah beliau meninggal pada
tahun 1943. Konon menurut cerita beliau
seorang penghafal Al Quran. Orang-orang Balikpapan dulu khususnya orang banjar
suka berziarah disitu dan dianggap keramat karena terbukti do’a-do’a orang yang
bertawazuk disitu terkabul.
Tercatat
beberapa nama penjaga makam, sebenarnya
bukan keturunan dari beliau, yaitu: Almarhum Habib Gasim, Almarhum Haji Ungkuk,
dan Almarhum Haji Abdullah. Saat ini
yang menjadi penjaga makam adalah Hajjah Mastiah istri dari Almarhum Haji
Abdullah. Lalu apa hubungannya kedua makam tersebut?
Menurut Habib Agus, makam yang ada
di dalam rumah bercat hijau adalah yang asli. Makam yang ada di pulau karang sebenarnya
kosong, tidak ada makamnya. Awalnya dibuat-buat oleh orang yang bernama Pak Dirman, orang jawa yang suka semedi / tirakat. Dia membuat
tempat di pulau tersebut untuk meditasi, di hari ke 40 melihat ular besar dengan
kepala mengangga hingga dia lari ketakutan. Karena penasaran, dia kembali ke
tempat tersebut dan menandainya seperti kuburan. “Pak Dirman itu orangnya
antik,” kata Habib Agus, orang yang tidak tahu
mengira itu kuburan betulan dan bahkan dibangun seperti sekarang. Menurut Habib
Agus beliau tahu karena mengalami sendiri dan kenal dekat dengan pak Dirman.
Menurut
cerita yang disampaikan dari penjaga-penjaga sebelumnya, Belanda pernah ingin
menghancurkan makam tersebut namun upayanya selalu gagal. Pernah seorang
prajurit Belanda akan menggeranat makam tersebut, namun tiba-tiba prajurit
tersebut meninggal. Oleh sebab itu makam tersebut dibiarkan ditempatnya hingga
sekarang.
Lokasi: Depan pelabuhan Semayang
Balikpapan
Pengelola: Pemkot Balikpapan
Waktu Kunjung: 24 jam
Tarif masuk: -
(terdapat kotak infaq)
Juru kunci: Hajjah Mastiah